- Pelatihan Kaderisasi Madya bagi Badan Kelengkapan PPNI
- Webinar Kesehatan Jiwa Di Tempat Kerja: Tantangan Dan Solusi Untuk Dosen, Karyawan, Dan Mahasswa
- Menakar Potensi Ekonomi Media Massa Perawat
- Sukses Gelar Kongres 1 HPII Wilayah, Dr. Ismail Terpilih Secara Aklamasi Pimpin Perawat Informatika
- Webinar Nasional Keperawatan
- Pembukaan Praktek Klinik Keperawatan Gerontik
- Pembukaan dan Bimbingan Praktik Klinik Keperawatan Keluarga
- Empowering Nurses Through Digital Literacy for Safe and Effetive Patient Care
- Liputan Kegiatan di Poltekkes Riau
- Guruku Inspirasiku
Tiga Jam Dihantam Badai, Bertarung Nyawa Saat Rujuk Pasien, Suka Duka Perawat Kepulauan
Sulawesi Utara -Menjadi seorang perawat adalah panggilan jiwa, meskipun
terkadang nyawa menjadi taruhannya. Begitulah yang dialami oleh pemilik nama
asli Ronal Chalsen Hamel, lahir dari pasangan suami istri Richard Hamel dan
Henitje Tonengan 30 tahun lalu itu, menekuni Pendidikan hingga jenjang S1
Keperawatan Ners, meskipun sejak kecil Onal sapaan akrabnya bercita-cita menjadi
seorang Engineer.
Tugas yang
mulia sebagai seorang perawat mendorong lulusan AKPER Pemda Kabupaten Sangihe
tersebut untuk terus belajar mengasah keterampilan menjadi lebih baik. Baginya
merawat pasien adalah Ibadah walaupun diperhadapkan dengan tantangan, medan
yang berat, bahkan alam yang tidak bersahabat, termasuk cuaca ekstrem.
Dikisahkannya
sekitar 10 tahun yang lalu, saat itu perawat Ronald bekerja di salah satu
Puskesmas Pembantu tepatnya di kampung Para Kecamatan Tatoareng, Kabupaten
Kepulauan Sangihe, desa dengan alam yang indah di kelilingi lautan. Saat semua
orang memilih tinggal diam di rumah karena angin badai, gelombang yang tinggi
dan hujan lebat yang mengguyur daerah pantai, seorang Ibu yang sudah cukup
bulan untuk bersalin memohon pertolongan perawat. Saat itu yang bertugas di
Puskesmas Pembantu (Pustu) hanya satu orang perawat, setelah dilakukan
pemeriksaan dengan alat seadanya di dapatkan hasil kehamilan dengan penyulit
karena plasenta menutupi jalan lahir. Keadaan mendesak pasien harus dirujuk ke
Fasilitas Kesehatan yang lebih memadai, baik dari segi alat dan tenaga
kesehatan.
Baca Lainnya :
- Perjuangan Honorer Jadi ASN Semakin Bergulir0
- Kemenko PMK Beri Sinyal Kapan PPKM Bisa Dicabut0
- PPNI Gelar Training Of Trainer Terintegrasi di Kalimantan Utara0
- Pelantikan Bapena (Badan Penanggulangan Bencana) DPW PPNI DKI Jakarta: Bentuk Nyata Hadirnya Perawat0
- Gelar Rapat Pleno, PPNI Sulsel Siap Hadirkan Program Kerja Berkualitas0
Ditemani
oleh dua orang keluarga, perawat dengan motto “lebih baik salah daripada tidak
melakukan apa-apa” mengambil langkah cepat, segera memutuskan untuk membawa
pasien dengan menggunakan perahu tempel, tidak peduli laut masih bergemuruh.
Pasien, keluarga, dan perawat berangkat menuju Rumah Sakit di Ibukota
Kabupaten, jarak tempuh dengan perahu adalah kira-kira 3 jam. Angin bertiup
begitu kencang, ombak dan gelombang laut yang tinggi tidak menyusutkan
keinginan untuk bertolak menyelamatkan nyawa demi raga yang lain, meskipun laut
tampak gelap karena sudah malam, jam menunjukan pukul 18.00, mereka tetap
berangkat dari Pelabuhan Para menuju Tahuna.
Dituturkannya,
sejak meinggalkan Pelabuhan, air sudah mulai masuk ke perahu. Beberapa orang
yang ikut termasuk suami pasien membantu mengeluarkan air dengan gayung.
Perawat Onal terus memantau keadaan umum pasien termasuk tekanan darah dan
nadi. Tak lupa ia terus memanjatkan doa dan pasrah kepada Tuhan.
Di tengah
perjalanan, hal yang ditakutkan pun terjadi, ibu merasakan ingin melahirkan.
Terombang - ambing ditengah lautan yang ganas dengan diperhadapkan dengan
tuntutan untuk menolong ibu melahirkan dengan penyulit, sungguh merupakan
sebuah tantangan, ditambah lagi dengan fasilitas penunjang yang sangat
terbatas. Nyawa jadi taruhan.
Akhirnya
pertarungan dengan cuaca ekstrim berlalu, samar - samar dari kejauhan terlihat
pantai dan Pelabuhan yang dituju, setelah melewati badai, pukul 21.00 sampailah
di tempat tujuan. Pasien dan seisi perahu tiba dengan selamat, perjuangan yang
terus menjadi cerita bagi perawat masa kini. Saat ditanya tentang harapan
kedepan untuk perawat yang bekerja di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan,
Terluar), dia berharap adanya kepastian hukum bagi perawat dalam situasi darurat.
Legal Aspek Profesi harus menjadi jaminan sebagaimana diatur dalam UndangUndang
Negara kita, bahwa Negara ini adalah Negara hukum, tidak terkecuali urusan
pelayanan asuhan keperawatan sebagai bagian integral dari Pelayanan Kesehatan
harus memiliki pijakan hukum sebagai dasar kebijakan.
“Jadi
kepastian hukum dalam melakukan tindakan keperawatan, selain itu penghargaan
Negara dalam hal gaji dan tunjangan daerah terpencil kiranya diperhatikan
pemerintah” Pungkasnya.
Ketika
disinggung tanggapannya terkait Program Pemerintah Nusantara Sehat, perawat
yang pernah menjadi Kepala Puskesmas ini mengatakan program tersebut sangat
membantu oleh karena dalam situasi krisis Tenaga Kesehatan, program ini dapat
mengisi kekosongan formasi sehingga sumber daya dapat dipenuhi sementara.
“Semoga
program ini terus ditingkatkan kedepannya untuk meningkatkan derajat Kesehatan
masyarakat di daerah kepulauan” unjarnya menutup pembicaraan. (Sabtu, 03
September 2022).
Penulis : Verra Karrame
Sumber berita: ppnisulut,org